Siapakah Abu Ubaidah bin Jarrah? Menurut Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah telah memberikan penghormatan kepada Abu Ubaidah sebagai pemegang sumber kepercayaan umat dan rasulullah pada masa itu. Setelah masuk Islam dengan perantara Abu Bakar ra, beliau sangat menyadari bahwa seluruh apa yang dimiliki harus diberikan sepenuhnya untuk Islam bukan hanya setengah, ataupun sebagiannya. Jika Islam meminta hartanya, maka akan beliau infaqkan, tenaga darinya akan diberikan dan nyawapun siap beliau korbankan.
Beliau dikenal sebagai seorang pemuda yang gagah
berani,
sangat ditakuti oleh musuh dan tidak dapat dikalahkan. Mendapat
amanah sebagai pengawas baitul mal, kemudian menjadi seorang gubernur
syam dan terakhir menjadi panglima perang pengganti Khalid bin Walid
yang dikenal sangat perhatian terhadap anak buahnya. Subhanallah, mesk
jabatan dan harta ada dalam genggaman tangannya namun beliau tetap hidup
dalam keadaan zuhud, tidak hidup dalam gelimangan harta. Ketika Umar
bin Khattab berkunjung dalam rumahnya, maka tidak ditemukan sebuah
barang berhargapun kecuali tikar yang dibentang dan makanan ala
kadarnya, Masha Allah. Bahkan karena begitu terkesannya terhadap sosok
Abu Ubaidah, maka dalam sebuah kesempatan dihadapan para sahabatnya,
Umar berkata tentang cita-cita yang terbaik adalah ketika umat Islam
dipenuhi oleh pejuang muslim seperti Abu Ubaidah yang jujur, adil dan
bijaksana.
Sahabat Abdurrahman bin Auf dalam banyak kisah dikenal sebagai sosok
pedagang yang mulia yang memegang prinsip pantang untuk meminta
pemberian orang lain, selain upahnya sendiri. Beliau adalah sosok
pedagang yang memiliki strategi dagang luar biasa. Ketika hijrah menuju
Madinah, beliau meninggalkan seluruh hartanya di Makkah. Dalam keadaan
miskin tidak berbekal apapun, setiba di Madinah meski diberikan tawaran
oleh kaum Anshor untuk mengambil harta dan istri mereka namun beliau
menolak dan hanya meminta untuk ditunjukkan keberadaan pasar yang waktu
itu dikuasai oleh yahudi.
Kemudian beliau meminta tolong saudara
barunya untuk membelikan tanah yang kurang berharga yang terletak di
samping pasar tersebut untuk dipetak-petak dan mempersilakan siapa saja
untuk berdagang di tempat itu tanpa membayar sewa. Banyak orang
berbondong-bondong pindah ke pasar baru yang dikembangkan. Keuntungan
para pedagangpun berlipat, Abdurahman mendapat bagi hasil dan semua
menjadi gembira. Dalam jangka waktu yang pendek, Abdurrahman dapat
keluar dari kemiskinan, bahkan menjadi salah seorang sahabat Rasulullah
yang paling berada. Kegigihannya dalam berdagang sebagaimana beliau
ungkapkan sendiri: “aku melihat diriku kalau seandainya aku mengangkat
sebuah batu aku mengharapkan mendapatkan emas atau perak”. Namun
pendapatan yang semakin meningkat dari ke hari tidaklah menyebabkan
beliau menjadi manusia yang pelit dan kikir serta jauh dari jalan Allah.
Beliau tidak ragu untuk menyumbangkan hartanya di jalan Allah
sebagaimana dalam sebuah riwayat bahwa beliau menyumbangkan setengah
dari hartanya.
Hal ini seperti disebutkan Zuhri bahwa Abdurrahman bin
Auf menyumbangkan setengah dari hartanya sebanyak empat ribu dirham pada
masa Rasulullah s.a.w., kemudian beliau menyumbangkan empat ribu
dirham, kemudian empat puluh dinar, kemudian lima ratus kuda perang di
jalan Allah, kemudian seribu lima ratus tunggangan atau rahilah di jalan
Allah, dan semuanya merupakan harta dari berdagang. Disamping
menyumbangkan hartanya di jalan Allah dan untuk fakir miskin beliau juga
diceritakan merupakan orang yang paling banyak memerdekakan hamba.
Dalam sebuah riwayat Ja’far bin Burqan berkata: saya pernah mendengar
bahwa Abdurrahman bin Auf telah memerdekan hamba sahaya sebanyak tiga
puluh ribu jiwa. Dan Abu Amr berkata dalam satu riwayat disebutkan bahwa
beliau memerdekakan sebanyak tiga puluh hamba dalam satu hari. Selain
itu, Abdurrahman dikenal pula dengan ketawadhuannya. Walaupun beliau
merupakan salah satu shahabat Nabi s.a.w. yang telah dijanjikan masuk
syurga namun beliau tetap dalam ketawadhuan. Sa’id bin Jubair berkata
bahwa Abdurrahman bin Auf tidak dapat dibedakan diantara hamba
sahayanya.
Terakhir, Abdurrahman meninggalkan dua puluh delapan anak
lelaki dan delapan anak perempuan. Luar biasa, walaupun sudah
menyumbangkan hampir keseluruhan hartanya di jalan Allah s.w.t. namun
beliau masih meninggalkan harta warisan yang sangat banyak. Dalam sebuah
riwayat dari Muhammad, beliau menceritakan bahwa di antara harta
peninggalan Abdurrahman bin Auf adalah emas murni sehingga tangan para
tukang merasa kewalahan (lecet) untuk membagikannnya dan empat orang
isterinya masing-masing menerima harta warisan sebanyak delapan puluh
ribu dinar. Abu Amr berkata bahwa Abdurrahman adalah seorang pedagang
sukses dalam bidang bidang perniagaan, sehingga mendapatkan laba yang
sangat banyak, meninggalkan sebanyak seribu unta, tiga ratus kambing,
seratus kuda perang yang digembalakan di daerah Naqi’ dan mempunyai
lahan pertanian sehingga kebutuhan keluarganya setahun dipasok dari
hasil tanaman tersebut.
Alla kulli hal, meski kita tidak akan pernah menjadi sosok yang sama seperti Abu Ubaidah maupun Abdurrahman bin Auf, namun setidak-tidaknya perjuangan, kegigihan dan kesungguhan mereka dalam membela agama Islam dapat menginspirasi kehidupan kita. Bagaimanapun keadaan kita saat ini, sempit maupun lapang menginfakkan harta, tenaga, waktu dan jiwa di jalan Allah semoga menjadi bagian dari bentuk pembelaan kita untuk agama kita. Wallahu’alam.
********oleh Nasrudin R******
dari berbagai sumber
0 komentar:
Posting Komentar