Mengapa aku nyaman dengannya? Ya karena dia seperti ibuku.
Namanya Vega, wanita paruh baya dengan karir yang gemilang. Kaya raya dan punya segalanya. Hidupnya nyaris sempurna. Namun ada satu yang tidak dia punya, cinta.
Namanya Vega, wanita paruh baya dengan karir yang gemilang. Kaya raya dan punya segalanya. Hidupnya nyaris sempurna. Namun ada satu yang tidak dia punya, cinta.
***
Aku mengenalnya lewat sebuah acara. Kala itu temannya sedang
merayakan pesta ulang tahun dan kebetulan aku adalah DJ yang disewa
temannya untuk meramaikan pesta tersebut. Perkenalan kami terjadi begitu
saja, hubungan kami yang awalnya teman semakin lama semakin naik
tingkat. Pada awalnya tak sedikitpun aku berpikir untuk menjadikannya
pacar, bahkan sempat terbersit dalam benakku untuk memanfaatkannya.
Namun apa yang terjadi? Semakin lama aku mengenal dia semakin aku kagum
padanya. Lalu perasaan itu datang. Perasaan yang biasa disebut cinta.
Umurnya tiga puluh sembilan tahun, lebih muda lima tahun dari ibuku dan lebih tua delapan belas tahun dariku.
Awalnya tak ada yang tahu hubungan kami. Hampir setiap hari aku
menemuinya, namun tidak di cafe, bioskop, atau mall seperti yang
dilakukan orang pacaran pada umumnya. Kami memang tak pernah terlihat
mesra di depan umum. Kami berusaha menutupi hubungan ini serapat
mungkin. Hingga pada suatu hari rekan kerjanya datang berkunjung dan
mendapati aku yang sedang mencium bibirnya. Dan kebetulan rekan kerjanya
itu adalah teman masa kecil ibuku.
Semenjak itu satu demi satu masalah datang. Ibuku jelas tidak
merestui hubungan kami. Status Vega memang lajang namun umurnya tidak
berbeda jauh dengan umur ibuku.
Namun cinta membutakan mata hatiku, tak kupedulikan ibuku yang tidak
merestui hubungan kami. Aku lebih memilih pergi dari rumah dan menikahi
Vega daripada menuruti apa mau ibuku. Ibu sangat terpukul. Anak
satu-satunya yang sangat dikasihinya rela meninggalkannya demi wanita
yang sesungguhnya lebih pantas jadi orang tuanya.
Pernah suatu ketika ibu berkunjung ke flat mewah kami, kala itu aku
sedang tidak ada di rumah, hanya ada Vega di sana. Lalu berita yang aku
dengar Vega mengusir ibuku. Tak lama setelah kejadian itu, ibu jatuh
sakit dan dirawat di rumah sakit. Kabarnya ibu sakit keras.
Keadaan ibu semakin hari semakin kritis. Aku memutuskan untuk
menyambangi ibu, namun Vega masih saja melarangku untuk menemui ibuku.
Dulu aku suka Vega, ya aku suka dia karena dia seperti ibuku. Dia bisa
memberikan kasih sayang seperti yang ibuku berikan, juga perhatian yang
sama besarnya dengan punya ibu, serta kenyamanan saat bersamanya terasa
sama dengan rasa nyamanku bila dengan ibu.
Namun sekarang aku mengerti, dia bukan ibuku. Dia yang kini
diselimuti amarah dan kebencian. Dia yang kini berbeda. Dia bukan lagi
wanita yang aku puja puji. Bukan lagi sosok seperti ibu.
Aku bersikeras untuk pergi menemui ibuku. Vega menarik tanganku dan
berkata selangkah saja aku keluar dari sini maka jangan harap aku bisa
kembali. Namun aku tak gentar dengan ancamannya. Tekadku sudah bulat.
Semua ini tidak bisa diteruskan lagi.
Vega memang seperti ibuku, namun bukan dari rahimnya aku ada, bukan
dengan air susunya aku tumbuh dan bukan karena peluhnya aku dewasa.
Jadi, jika harus aku memilih yang seharusnya kupilih, tidak lain tidak
bukan adalah ibuku.
********** By: Nasrudin
0 komentar:
Posting Komentar