Aku seorang gadis dari keluarga taat beragama dan ternama. Aku dididik di atas akhlak dan pendidikan Islam. Aku bukan gadis rendahan atau pencari hiburan. Aku tidak membayangkan suatu hari di mana aku melakukan perbuatan yang mengundang murka Allah. Aku menikah dengan seorang laki-laki yang dihormati. Dia mencintaiku dan aku mencintainya. Dia sangat mempercayaiku, sangat memanjakanku. Bahkan keluargaku dan beberapa kerabat mengakui bahwa aku sangat dimanjakan oleh suami. Kemanjaan yang belum pernah didapatkan oleh seorang istri di manapun.
Aku tidak pernah ingat bahwa aku pernah meminta sesuatu kepada suami, tapi dia menolaknya dengan mengatakan’tidak’. Semua yang aku minta, dia penuhi. Sampai tibalah hari ketika aku memintanya memasang internet.
Pertama kali dia menjawab, “Menurutku, itu kurang baik dan kurang cocok bagimu, karena kamu telah bersuami.”
Tapi aku berhasil membujuknya, dan dia pun menghadirkannya. Aku bersumpah kepadanya tidak akan menyalahgunakannya. Dia setuju. (Seandainya saja dia tidak setuju). Aku masuk dunia internet dengan penuh kegembiraan dan kebahagiaan. Suamiku pergi bekerja dan aku mejelajahi internet setiap hari. Kadang-kadang juga ketika dia ada di rumah. Dia tidak pernah bertanya apa yang aku lakukan, karena dia percaya kepadaku.
Hari berlalu… seorang temanku pengguna inter-net menceritakan kepadaku tentang chatting. Dia berkata kepadaku bahwa itu sangat mengasyikkan. Orangorang saling berbicara selama berjam-jam tanpa terasa. Pertama kali aku hanya menganggapnya perbincangan sambil lalu. Saat itulah aku mengenal seseorang. Kami setiap hari chatting. Orang ini berakhlak mulia. Belum pernah aku menemukan orang seperti dia di antara orang-orang yang chatting denganku. Berjam-jam aku dan dia chatting.
Suamiku menghampiriku, melihatku dan dia marah karena waktuku habis hanya di depan internet. Walaupun aku mencintai suamiku clan aku belum melihat cinta seperti cintaku kepadanya. Akan tetapi aku juga mengagumi, hanya mengagumi, orang yang berbincang denganku lewat chatting.
Dengan berjalannya waktu kekagumanku kepadanya berubah menjadi cinta yang mengalahkan cintaku kepada suamiku. Aku berlari dari kemarahan suamiku ke internet untuk berbincang kepadanya. Dalam satu kesempatan, aku kehilangan kontrol. Aku bertengkar dengan suamiku. Akibatnya dia memutus internet dan mengeluarkan komputer dari rumah.
Aku marah kepada suamiku, karena untuk pertama kalinya dia marah kepadaku. Aku membalasnya dengan memutuskan untuk berbicara dengan orang itu melalui telepon. Padahal sebelumnya aku telah menolaknya, meski berkali-kali dia meminta itu kepadaku.
Di malam yang sial itu aku meneleponnya. Aku berbicara dengannya. Inilah awal pengkhianatanku kepada suamiku.[1]Setiap suami keluar, aku langsung menelepon dan berbicara dengannya.
Dia berjanji menikahiku, jika suamiku menceraikanku. Dia meminta, bahkan ngotot, bertemu denganku. Akhirnya aku terseret oleh keinginannya, aku menemuinya. Bahkan sering, sampai aku terjerumus ke dalam dosa istri terbesar kepada suaminya.
Terjalinlah hubungan haram di antara kami. Aku benar-benar mencintainya. Aku putuskan untuk meminta cerai kepada suamiku. Suamiku bertanya, ada apa? Semakin banyak masalah antara aku dan suamiku. Aku tidak tahan dan aku semakin membencinya.
Selanjutnya, suamiku mulai mencurigaiku dan menyelidiki urusanku. Suatu ketika dia menemukan bukti bahwa aku telah berbicara dengan seorang laki-laki melalui telepon. Dia menginterogasiku, dan akhirnya aku mengakui hal yang sebenarnya. Aku berkata, “Aku tidak menginginkannya dan benci hidup bersama-nya.“
Walaupun demikian suamiku tetap bersikap baik kepadaku. Dia tidak membuka aibku atau melaporkannya kepada keluargaku. Dia berkata kepadaku. “Aku mencintaimu. Aku tidak bisa terus begini bersamamu, wahai anak manusia. Semoga Allah menutup kesalahan kita dan kesalahanmu. Akan tetapi kamu harus mengatakan kepada keluargamu, bahwa kamulah yang tidak ingin hidup bersamaku.”
Aku membencinya hanya karena persoalan sepele seputar internet. Dia bukanlah orang yang memperlakukanku dengan buruk, bukan orang yang bakhil kepadaku dan tidak pernah melalaikan apapun terhadapku. Hanya karena dia mengatakan, “Aku tidak ingin ada internet di rumahku.” Aku lalu membencinya.
Sungguh, aku telah buta. Aku tidak mengetahui semua, itu kecuali ketika nasi telah menjadi bubur. Aku kembali kepada laki-laki selingkuhanku itu. Kami terus bertemu dan bermain.
Dia tidak melamarku, maka kami bertengkar. Aku katakan kepadanya, “Jika kamu tidak melamarku, maka aku akan meninggalkanmu.” Dengan tenang dia menjawab, “Wanita tolol, bagaimana kamu percaya ketika aku berkata kepadamu bahwa aku tidak bisa mengenal selainmu. Dan aku bersumpah aku tidak pernah bertemu dengan wanita yang lebih manis darimu. Kamulah wanita termanis yang pernah aku jumpai dalam hidupku. Kedua… seandainya aku menikah, maka aku tidak akan menikahi wanita yang mengenal orang lain selain diriku, atau seorang wanita yang aku kenal melalui cara yang salah, seperti chatting. Lebih-lebih wanita berumur dan berakal sepertimu. Seandainya aku berpikir untuk menikah melalui chatting, niscaya aku akan memilih gadis remaja yang bisa aku bentuk sesuai keinginanku. Bukan sepertimu, yang sudah bersuami dan berani mengkhianati suaminya.”
Aku bersumpah kepada kalian, itulah kata-katanya. Ucapannya aku menukilkan kepada kalian, seperti dia mengatakannya kepadaku. Aku tidak berbohong. Tidak menambah dan tidak pula mengurangi, tidak satu kata pun. Aku sekarang sangat bingung. Sering aku berpikir untuk bunuh diri. Aku memohon kepada Allah agar memberikan petunjuk dan menjauhkanku dari jalan kegelapan.
Nasihatku kepada seluruh ukhti muslimah, agar kalian menjaga apa yang telah kalian cintai. Jangan tertipu oleh bualan banyak pemuda yang mengambil kesempatan melalui chatting untuk menjerumuskan para gadis, bahkan para wanita yang telah bersuami. Hal ini lebih mudah bagi mereka daripada pembicaraan jorok di pasar, sekaligus sebagai peluang besar untuk menjerat para wanita demi memenuhi nafsu mereka.
Kenyataannya kadang-kadang gelap dan samar. Beginilah apabila kedunguan, kerendahan serta mengikuti hawa nafsu berkumpul dalam satu pihak, ditambah kelicikan dan keburukan di pihak lain.Marilah kita berdoa kepada Allah agar membebaskannya dari kesulitannya dan menerima taubatnya. Sesungguhnya taubat Allah itu tidak berbatas dan meliputi segala sesuatu. Kita juga mendoakan laki-laki itu agar menghapus kesalahannya dan kembali ke jalan yang lurus, karena Allah memberi kesempatan dan tidak melalaikan. Dan barangsiapa tidak bertaubat kepada-Nya dengan segera sebelum kematian menjemputnya, maka bisa saja Allah mengujinya pada dirinya atau kehormatanya di dunia, atau Allah menunda adzabnya di Akhirat. Dalam hal ini keduanya sama?sama merugikan. “‘ [Website Muntada ats-Tsurayya]
[1] Bahkan pengkhianatanmu kepada suamimu telah dimulai sejak kamu ber-chatting dengannya.